Kasus tewasnya pengendara motor besar sudah beberapa kali terjadi.
Touring dengan motor ber-CC besar memang sudah diminati sejak lama di
Indonesia. Bahkan saat Indonesia masih bernama Hindia Belanda dan masih
dijajah.
Sepeda motor pertama yang ada di Hindia Belanda adalah milik John C
Potter. Seorang Inggris yang berprofesi sebagai masinis pabrik gula di
Umbul dekat Probolinggo. Potter langsung memesan sepeda motor itu dari
pabrik Hildebrand dan Wolfmuller di Jerman tahun 1893. Saat itu orang
Amerika Serikat saja belum ada yang memesan sepeda motor.
Nah, saat itu belum ada mobil di Hindia Belanda. Maka motor milik Potter itu adalah kendaraan bermesin pertama di Hindia Belanda. Saat itu motor tersebut masih sangat sederhana. Tanpa rantai, kopling atau perseneling. Putaran roda digerakan langsung dari engkol mesin. Tapi CC atau kapasitas mesin sudah 1500 CC.
Ketika itu warga pun takut dan terkaget-kaget melihat ada mesin yang digerakan tanpa kuda. Mereka menyebutnya sebagai 'kereta setan'. Demikian ditulis dari ensiklopedi Jakarta.
Pada awal tahun 1900an, sepeda motor mulai jadi tren kaum elite di Hindia Belanda. Pemakainya cuma pejabat pemerintahan, pengusaha perkebunan, atau bos pabrik gula. Ketika itu memang pengusaha perkebunan dan gula hidup mewah bak jutawan. Mungkin seperti para miliuner di zaman sekarang.
Munculah merk-merk motor seperti Norton dan Ariel dari Inggris, atau Minerva dari Belgia. Harley Davidson yang kini dikenal sebagai motor orang kaya, dulu lebih dikenal sebagai motor militer Belanda, kepolisian atau administratur perkebunan.
Saat itu mayoritas motor memang ber-CC besar. Para pemotor juga gemar touring Batavia-Soerabaija. Mereka saling adu cepat memecahkan rekor.
Adalah Gerrit de Raadt yang sangat bernapsu memecahkan rekor Jakarta- Surabaya sejauh 845 kilometer. Tahun 1917 Raadt menorehkan waktu 20 jam 45 menit. Setelah itu para pemotor berlomba-lomba menyusulnya. Rekor Raadt pun berkali-kali terlampaui. Tahun 1932 dengan sepeda motor Rudge, dia membukukan waktu 10 jam 1 menit. Waktu yang sangat istimewa saat itu, bahkan hingga sekarang.
Setelah Indonesia merdeka, tahun 1950an, motor produksi Jerman BMW mulai masuk ke Indonesia. Awalnya motor ini digunakan untuk pengawalan VIP. Namun banyak pula penggemar motor yang ikut memesan.
Akhir tahun 1960an, motor produksi Jepang mulai masuk ke Indonesia dan mencapai puncaknya tahun 1970.
Motor produksi Jepang rata-rata berharga murah, dengan kapasitas mesin kecil dan perawatan yang mudah. Sepeda motor kini bukanlah milik orang kaya lagi.
Tahun 1970an Kapolri Jenderal Hoegeng mewajibkan pengendara motor mengenakan helm. Hoegeng prihatin dengan banyaknya angka kecelakaan yang menimpa pemotor. Saat itu kebijakan helm yang diterapkan Hoegeng dianggap kontroversial dan belum umum.
Walau motor berCC kecil menjamur, peminat motor besar tak pernah mati. Periode 1990an hingga kini, motor CC besar Jepang dan Eropa terus bersaing untuk menarik minat konsumen berkantong tebal. Seperti sejarah awalnya, kini hanya para jutawan yang mampu menggeber motor seribu CC di atas jalan raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar