Sepeda
motor di Indonesia pertama kali dimiliki oleh seorang berkebangsaan Inggris
bernama John C. Potter pada tahun 1893. Sehari-hari
J.C. Potter bekerja sebagai Masinis Pertama di pabrik gula Oemboel (baca:
Umbul) Probolinggo, Jawa Timur. J.C. Potter juga dikenal sebagai
penjual mobil yang mendapat kepercayaan Sunan Solo untuk mengurusi pengiriman
mobil pertamanya dari Eropa.
Dalam
buku Krèta Sètan (de duivelswagen) dikisahkan bagaimana John C. Potter memesan
sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen,
Jerman.
Sepeda
motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama milik Sunan
Solo (merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia. Hal itu menjadikan
J.C. Potter sebagai orang pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan
bermotor. Selain itu, ada hal yang menarik apabila kita mengamati
tahun kedatangan sepeda motor tersebut.
Untuk
diketahui, sepeda motor pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885
oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm Maybach tetapi belum dijual untuk
umum. Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk umum
dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen,
Jerman.
Sepeda motor ini pertama kali masuk ke Amerika Serikat pada tahun
1895 ketika seorang pemain sirkus asal Perancis membawanya ke New York.
Jadi, meski yang membawanya bukan orang pribumi Indonesia, tetapi sebuah hal
yang luar biasa ketika sepeda motor komersial pertama di dunia ternyata
langsung dikirim ke Indonesia pada tahun pertama pembuatannya.
Terlebih lagi, baru dua tahun kemudian sepeda motor komersial pertama tersebut
masuk Amerika Serikat. Jadi, sepeda motor yang pertama kali masuk
Indonesia merupakan sepeda motor pertama di dunia juga.
Sepeda
motor ini tidak menggunakan rantai dan roda belakang digerakkan langsung oleh
kruk as (crankshaft). Meski berusia ratusan tahun, ternyata motor
komersial pertama di dunia ini sudah mengusung teknologi yang sampai saat ini
masih dipakai diantaranya adalah twin-silinder horizontal, 4 valve,
berpendingin air, dan berkapasitas mesin besar yaitu 1.500 cc dengan bahan
bakar bensin atau nafta.
Namun, meski bermesin besar tetapi tenaga kuda
yang dihasilkan hanya 2,5HP saja pada 240rpm. Selain itu, sepeda motor
ini belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan
aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel
listrik.
Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan mestabilkan
mesinnya.
oleh
kruk as (crankshaft). Meski berusia ratusan tahun, ternyata motor
komersial pertama di dunia ini sudah mengusung teknologi yang sampai saat ini
masih dipakai diantaranya adalah twin-silinder horizontal, 4 valve,
berpendingin air, dan berkapasitas mesin besar yaitu 1.500 cc dengan bahan
bakar bensin atau nafta. Namun, meski bermesin besar tetapi tenaga kuda
yang dihasilkan hanya 2,5HP saja pada 240rpm.
Selain itu, sepeda motor
ini belum menggunakan persneling, belum menggunakan magnet, belum menggunakan
aki (accu), belum menggunakan koil, dan belum menggunakan kabel
listrik.
Diperlukan waktu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan Pada
tahun 1932, sepeda motor ini ditemukan dalam keadaan rusak di garasi di
kediaman John C Potter. Sepeda motor itu teronggok selama 40 tahun
di pojokan garasi dalam keadaan tidak terawat dan berkarat. Atas
bantuan montir-montir marinir di Surabaya, sepeda motor milik John C Potter itu
direstorasi (diperbaiki seperti semula) dan disimpan di kantor redaksi mingguan
De Motor.
Kemudian sepeda motor antik itu diboyong ke Museum Lalu
Lintas (Museum Polisi) di Surabaya yang kemudian pada tahun 1934 disumbangkan
ke Museum Negeri Mpu Tantular di Sidoarjo dengan nomer inventaris 10.81
kategori IPTEK namun memberikan deskripsi yang berbeda, yaitu sebagai sepeda
motor uap merk Daimler.
Pada
1899, di negeri ini juga sudah hadir sepeda motor listrik beroda tiga yang
menggunakan tenaga baterai, yang bernama De Dion Bouton Tricycle buatan
Perancis. Sepeda motor listrik beroda tiga itu juga digunakan untuk
menarik wagon penumpang. Sepeda motor De Dion Bouton cukup terkenal
di masanya.
Sepeda
motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon
yaitu sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga
dipesan dan digunakan pada merk motor lain sebelum bisa membuat mesin
sendiri, diantaranya adalah Ariel Motorcycles di Inggris.
Pada
1906, Administratur Bantool (Bantul) di Yogyakarta juga terlihat mempunyai
sepeda motor dan beberapa buah mobil. Pada masa itu, memang hanya
orang Belanda dan Inggris serta disusul pribumi ningrat yang mempunyai kemampuan
membeli sepeda motor pada masa-masa awal.
Seiring
dengan pertambahan jumlah mobil, jumlah sepeda motor pun terus bertambah.
Lahirlah klub-klub touring sepeda motor, yang anggotanya adalah pengusaha
perkebunan dan petinggi pabrik gula.
Berbagai
merek sepeda motor dijual di negeri ini, mulai dari Reading Standard,
Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson,
sampai Norton. Merek-merek sepeda motor yang hadir di negeri ini dapat dilihat
dari iklan-iklan
sepeda motor yang dimuat di surat kabar pada kurun waktu dari
tahun 1916 – 1926. R.S Stockvis & Zonnen Ltd merupakan salah satu
perusahaan yang tercatat menyediakan suku-suku cadang motor dan mobil (juga
mengurus pesanan mobil-mobil Eropa maupun Amerika).
Tour
de Java
Pengendara
mobil di Indonesia masa itu ternyata tidak lepas dari gelegak kompetisi seperti
pengendara di luar negeri. Mereka acap kali membuat catatan rekor
perjalanan dan jalur yang dianggap umum saat itu adalah Batavia –
Soerabaja.
Tidak mau kalah dengan pengendara mobil, pengendara
sepeda motor pun berupaya membukukan rekor perjalanan lintas Jawa dari Batavia
(Jakarta) sampai Soerabaja (Surabaya) yang berjarak sekitar 850 kilometer.
Namun, tidak seperti rute mobil yang dicatat secara rinci dalam sumber sejarah,
rute sepeda motor agak umum. Hanya disebutkan dari Batavia kearah
Bandung, Semarang, Blora, Tjepu, menuju Soerabaja..
Tanggal 7
Mei 1917, Gerrit de Raadt dengan mengendarai sepeda motor Reading Standard
membukukan rekor perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dalam waktu 20 jam dan 45
menit.
Sepuluh hari
setelahnya, 16 Mei 1917, Frits Sluijmers dan Wim Wygchel yang secara bergantian
mengendarai sepeda motor Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan Gerrit de
Raadt. Mereka mencatat waktu 20 jam dan 24 menit, dengan kecepatan
rata-rata 42 kilometer per jam.
Rekor
itu tidak bertahan lama. Sembilan hari sesudahnya, 24 Mei 1917, Goddy Younge
dengan sepeda motor Harley Davidson membukukan rekor baru dengan catatan waktu
17 jam dan 37 menit, dengan kecepatan rata-rata 48 kilometer per jam.
Rekor itu
sempat bertahan selama lima bulan sebelum dipecahkan oleh Barend ten Dam yang
mengendarai sepeda motor Indian dalam waktu 15 jam dan 37 menit pada tanggal 18
September 1917, dengan kecepatan rata-rata 52 kilometer per jam.
Melihat rekornya dipecahkan
oleh Barend ten Dam, enam hari sesudahnya, 24 September 1917, Goddy Younge yang
berasal dari Semarang kembali mengukir rekor baru dengan catatan waktu 14 jam
dan 11 menit, dan kecepatan sepeda motor Harley Davidson yang dikendarainya
rata-rata 60 kilometer per jam.
bukukan rekor perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dalam waktu 20 jam dan 45
menit.
Sepuluh hari
setelahnya, 16 Mei 1917, Frits Sluijmers dan Wim Wygchel yang secara bergantian
mengendarai sepeda motor Excelsior memperbaiki rekor yang dibukukan Gerrit de
Raadt. Mereka mencatat waktu 20 jam dan 24 menit, dengan kecepatan
rata-rata 42 kilometer per jam.
Gerrit
de Raadt yang pertama kali membuat rekor 20 jam 45 menit kemudian memperbaiki
rekor terakhirnya dengan sepeda motor Rudge pada 18 Agustus 1932 dengan catatan
waktu 10 jam 1 menit atau tidak lebih dari setengah waktu rekor
pertamanya.
Saat inipun, menempuh Jakarta – Surabaya dalam waktu 10
jam mengendarai motor merupakan pencapaian yang tidak mudah. Sejak
tahun 1934, rute Batavia-Soerabaja tidak lagi hanya melalui Bandung yang
jaraknya 845 kilometer, tetapi juga melalui jalur utara (lewat Pamanukan) yang
jaraknya lebih pendek 45 kilometer.
Pada
tahun 1950, ribuan motor BMW masuk ke Indonesia dengan dua cara, yaitu lewat
jalur pemerintah (hanya perwira yang diizinkan) dan lewat jalur swasta dengan
membangun tempat pameran dan pemesanan.
Di Bandung saat itu ada
dua, yaitu NV Spemotri yang gedungnya saat ini menjadi Bank Niaga di Dago, dan
CV Dennbarr di Simpang Lima Bandung. Yang paling banyak masuk
Indonesia adalah BMW satu silinder 249 cc, yaitu R25, R26, dan
R27. BMW menjadi semacam kendaraan resmi pembuka jalan acara
kenegaraan seperti ketika mengawal masuknya bendera Merah Putih ke Bandung
tanggal 28 September 1961. Varian langka BMW R51/2 500 cc keluaran
1952 diyakini hanya ada dua di Indonesia.
Pada
awal tahun 1960-an, skuter Vespa masuk Indonesia disusul dengan skuter
Lambretta pada akhir tahun 1960-an. Pada masa itu, masuk pula sepeda
motor asal Jepang, Honda, Suzuki, Yamaha, dan belakangan juga
Kawasaki. Pada akhirnya, bagaimanapun, seperti juga terjadi di
seluruh dunia, motor (mobil) Jepang akhirnya merajai pasar otomotif dunia.
Dari berbagai Sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar